BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia adalah makhluk
sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam
kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan individu lain. Manusia tidak
dapat melepaskan diri dari lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini baik
lingkungan fisik maupun lingkungan psikis. Lingkungan fisik, yaitu alam
benda-benda yang konkret, sedangkan lingkungan psikis adalah jiwa raga individu-individu
dalam lingkungan, ataupun lingkungan rohaniah (Walgito, 2003).
Merokok merupakan kegiatan yang masih banyak
dilakukan oleh banyak orang, walaupun sering ditulis di surat-surat kabar,
majalah dan media masa lain yang menyatakan bahayanya merokok. Bagi pecandunya,
mereka dengan bangga menghisap rokok di tempat-tempat umum, kantor, rumah,
jalan-jalan, dan sebagainya. Di tempat-tempat yang telah diberi tanda “dilarang
merokok” sebagian orang ada yang masih terus merokok. Anak-anak sekolah yang
masih berpakaian seragam sekolah juga ada yang melakukan kegiatan merokok.
Merokok merupakan salah satu masalah yang
sulit dipecahkan. Apalagi sudah menjadi masalah nasional, dan bahkan
internasional. Hal ini menjadi sulit, karena berkaitan dengan banyak faktor
yang saling memicu, sehingga seolah-olah sudah menjadi lingkaran setan. Ditinjau
dari segi kesehatan, merokok harus dihentikan karena menyebabkan kanker dan
penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan kematian, oleh karena itu merokok
harus dihentikan sebagai usaha pencegahan sedini mungkin. Dari segi
pemerintahan, pemerintah memperoleh pajak pemasukan rokok yang tidak sedikit
jumlahnya, dan mampu banyak menyerap tenaga kerja. Jika pabrik rokok ditutup
harus mencarikan pemasukan dana dari sumber lain dan mengalihkan para pekerja
pabrik rokok yang tidak sedikit jumlahnya (sulit pemecahannya). Di pihak
perokok sendiri, mereka merasakan nikmatnya begitu nyata, sampai dirasa
memberikan rasa kesegaran dan kepuasan tersendiri sehingga setiap harinya harus
menyisihkan uang untuk merokok. Kelompok lain, khususnya remaja pria, mereka menganggap
bahwa merokok adalah merupakan ciri kejantanan yang membanggakan, sehingga
mereka yang tidak merokok malah justru diejek.
Pada masa remaja, ada sesuatu yang lain yang
sama pentingnya dengan kedewasaan, yakni solidaritas kelompok, dan melakukan
apa yang dilakukan oleh kelompok. Apabila dalam suatu kelompok remaja telah
melakukan kegiatan merokok maka individu remaja merasa harus melakukannya juga.
Individu remaja tersebut mulai merokok karena individu dalam kelompok remaja
tersebut tidak ingin dianggap sebagai orang asing, bukan karena individu
tersebut menyukai rokok.
B. RUMUSAN
MASALAH
Rumusan
masalah yang dapat diambil dari pemaparan makalah ini yaitu:
1.
Apakah yang dimaksud perilaku merokok pada masa remaja serta hal
apa yang melatarbelakanginya?
2.
Bagaimana hubungan antara pengaruh teman
sebaya terhadap perilaku merokok pada remaja?
C. TUJUAN PENULISAN
Dengan
disusunnya makalah ini, penulis dapat menyimpulkan tujuan dari tulisan ini,
diantaranya :
1.
Mengetahui perilaku merokok pada masa
remaja serta latar belakangnya.
2.
Mengetahui hubungan antara teman sebaya
dengan perilaku merokok pada remaja.
D.
MANFAAT
PENULISAN
Dari tujuan yang diharapkan penulis
dalam makalah ini, dapat ditarik beberapa manfaat baik untuk pembaca maupun
penulis sendiri, yaitu:
1.
Bagi Pembaca
Jika penulisan makalah ini dirasakan dapat
menambah pengetahuan tentang permasalahan merokok pada remaja serta
hubungannya dengan teman sebaya, diharapkan pembaca dapat lebih memahami isi dari makalah ini.
2.
Bagi Penulis
Penulisan karya tulis ini mejadi suatu
pembelajaran, sebagai pengetahuan kami untuk lebih mengetahui berbagai isu dan permasalahan
remaja.
E. METODE PENELITIAN
Metode
penelitian yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan melakukan
kaji literatur dari buku dan internet.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Perilaku Merokok pada Remaja serta Latar
Belakangnya
Merokok
merupakan overt behavior dimana
perokok menghisap gulungan tembakau. Hal ini seperti dituliskan dalam KBBI
merokok adalah menghisap gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas (Kamus
Besar Bahasa Indonesia (1990: 752). Lebih jauh lagi Poerwadarminta dalam Kemala
(2007: 9) mendefinisikan merokok sebagai menghisap rokok, dan rokok
didefinisikan sebagai gulungan tembakau yang berbalut daun nipah atau kertas.
Fakhrurrozi mengidentifikasi merokok sebagai overt behavior karena merokok
merupakan perilaku yang nampak. Sebagai overt behavior merokok merupakan
perilaku yang dapat terlihat karena ketika merokok individu melakukan suatu
kegiatan yang nampak yaitu menghisap asap rokok yang dibakar ke dalam tubuh,
hal ini senada dengan pendapat Armstrong dalam Kemala (2007: 10) merokok adalah
menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya
kembali keluar.
Merokok merupakan
kegiatan yang menyebabkan efek kenyamanan. Rokok memiliki antidepressant yang
menimbulkan efek kenyamanan pada perokok. Walaupun perilaku merokok merupakan
perilaku yang berbahaya bagi kesehatan karena terdapat sekitar 4000 racun dalam
sebatang rokok.
Merokok sebagai
gangguan obsesif kompulsif, orang yang mengalami gangguan ini memiliki obsesi
atau kompulsi yang menetap. Obsesi adalah pikiran, ide atau citra yang terus
menerus berulang secara tidak terkendali dan mendominasi kesadaran seseorang.
Kompulis adalah dorongan untuk melakukan tindakan stereotip dengan tujuan yang
umumnya tidak realistik yaitu menghilangkan sistuasi yang menimbulkan
ketakutan. Upaya untuk menolak kompulsi menimbulkan ketegangan yang sangat
besar sehingga individu biasanya menyerah dan melakukannya.
Merokok sebagai
ganggguan kesehatan dan jiwa. Merokok berkaitan erat dengan disabilitas dan
penurunan kualitas hidup. Dalam sebuah penelitian di Jerman sejak tahun
1997-1999 yang melibatkan 4.181 responden, disimpulkan bahwa responden yang
memilki ketergantungan nikotin memiliki kualitas hidup yang lebih buruk, dan
hampir 50% dari responden perokok memiliki setidaknya satu jenis gangguan
kejiwaan. Selain itu diketahui pula bahwa pasien gangguan jiwa cenderung lebih
sering menjadi perokok, yaitu pada 50% penderita gangguan jiwa, 70% pasien
maniakal yang berobat rawat jalan dan 90% dari pasien-pasien skizrofen yang
berobat jalan (Pikiran Rakyat).
Perilaku merokok
dipengaruhi perasaan negative. Menurut Silvan & Tomkins (Muta’din: 2002)
banyak orang yang merokok untuk perasaan negative dalam dirinya. Misalnya
merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka
menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari
perasan yang tidak enak.
Perilaku merokok pada
remaja merupakan perilaku transmisif. Dari penelitian Helmi dan Komalasari
(2000) didapatkan kesimpulan bahwa perilaku merokok merupakan perilaku yang
dipelajari dan ditularkan melalui aktivitas teman sebaya dan perilaku permisif
orang tua.
Perilaku merokok
didorong oleh nilai-nilai dalam diri remaja. Beberapa motivasi yang melatar
belakangi merokok adalah untuk mendapat pengakuan (anticipatory beliefs) untuk
menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs) dan menganggap perbuatannya
tersebut tidak melanggar norma (permission beliefs/positive) (Joemana, 2004).
Jadi dapat disimpulkan
bahwa perilaku merokok pada remaja adalah kegiatan kompulsif dengan menghisap
asap yang berasal dari gulungan tembakau yang dibakar untuk mendapatkan
kepuasan fisiologis dan sosiologis dan juga upaya eliminasi perasaan negative
yang ada dalam diri remaja yang banyak dipelajari dari lingkungan teman sebaya
dan didorong oleh keinginan mendapat pengakuan (anticipatory beliefs) untuk
menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs) dan menganggap perbuatannya
tersebut tidak melanggar norma (permission beliefs/positive).
Terdapat banyak faktor
yang mempengaruhi seseorang untuk merokok. Hansen dalam Kemala (2008)
berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok yaitu: Faktor
biologis, faktor psiklogis, faktor lingkungan sosial, faktor demografis, faktor
sosial-kultural,faktor sosial politik. Namun pada remaja yang paling
mempengaruhi perilaku merokok adalah:
1)
Pengaruh Orang Tua
Salah satu temuan remaja perokok adalah bahwa
anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang
tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang
keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal
dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson,
Pengantar Psikologi, 1999 : 292) Ditemukan juga oleh Helmi dan Komalasari
(online) bahwa sikap permisif orang tua memiliki korelasi yang signifikan
dengan perilaku merokok pada remaja.
2)
Pengaruh Teman
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak
remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok
juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dia kemungkinan yang
terjadi, Pertama, remaja terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan
teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya
mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai
sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan
remaja non perokok, (Al. Bachri, 1991).
3)
Kepribadian
Remaja merokok karena alasan ingin tahu atau ingin
melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa membebaskan diri dari
kebosanan. Menurut Teddy Hidayat, (Pikiran Rakyat: 2007) remaja yang berisiko
tinggi adalah remaja-remaja yang memiliki sifat pemuasaan segera, kurang mampu
menunda keinginan, merasa kosong dan mudah bosan, mudah cemas, gelisah, dan
depresif. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian dari CASA (Columbian
University`s National Center On Addiction and Substance Abuse), remaja perokok
memiliki risiko dua kali lipat mengalami gejala-gejala depresi dibandingkan
remaja yang tidak merokok. Para perokok aktif pun tampaknya lebih sering
mengalami serangan panik dari pada mereka yang tidak merokok Banyak penelitian
yang membuktikan bahwa merokok dan depresi merupakan suatu hubungan yang saling
berkaitan. Depresi menyebabkan seseorang merokok dan para perokok biasanya
memiliki gejala-gejala depresi dan kecemasan (ansietas).
4)
Rasa keingintahuan
Pada remaja perkembangan kognisi menuntut rasa
keingintahuan yang sangat besar. Seiring pula dengan hal itu kognisi sosial pada
remaja berkembang pula, sehingga remaja sering melakukan kegiatan coba-coba
yang didukung oleh pergaulan.
5)
Kompensasi rasa kurang percaya diri
Rasa kurang percaya diri pada remaja
dimanifestasikan dengan berbagai cara baik dengan cara positif maupun negatif.
Cara yang positif untuk membangun rasa percaya diri yaitu dengan menciptakan
definisi diri positif, memperjuangkan keinginan yang positif, mengatasi masalah
secara positif, memiliki dasar keputusan yang positif. Sedangkan cara yang
negatif untuk membangun rasa percaya diri yaitu sulit menerima realita diri
(terlebih menerima kekurangan diri) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri
namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri
sendiri. Cenderung melakukan tindakan negatif yaitu dengan merokok, sehingga
dengan menggunakan zat tersebut remaja cenderung lebih merasa percaya diri
(Jacinta, 2002). Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Haryono (2007)
bahwasanya Terdapat korelasi antara Ketergantungan Merokok dengan Percaya Diri, (r = -0,90 p < 0,05). Artinya semakin
tinggi tingkat ketergantungan merokok, maka semakin rendah tingkat percaya
diri.
B.
Hubungan Antara Teman Sebaya dengan Perilaku Merokok pada Remaja
Survei yang diadakan oleh Yayasan Jantung
Indonesia tahun 1990 yang dikutip oleh Mangku Sitepoe (2000: 19) menunjukkan
data pada anak-anak berusia 10-16 tahun sebagai berikut : angka perokok <10
tahun (9%), 12 tahun (18%), 13 tahun (23%), 14 tahun (22%), dan 15-16 tahun
(28%). Mereka yang menjadi perokok karena dipengaruhi oleh teman-temannya
sejumlah 70%, 2% di antaranya hanya coba-coba. Selain itu, menurut data survei
kesehatan rumah tangga 2002 seperti yang tercatatat dalam koran harian
Republika tanggal 5 Juni 2003, menyebutkan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia
mencapai 75% atau 141 juta orang. Sementara itu, dari data WHO jumlah perokok
di dunia ada sebanyak 1,1 miliar orang, dan 4 juta orang di antaranya meninggal
setiap tahun.
Dewasa ini di Indonesia kegiatan merokok
seringkali dilakukan individu dimulai di sekolah menengah pertama, bahkan
mungkin sebelumnya. Kita sering melihat di jalan atau tempat yang biasanya
dijadikan sebagai tempat “nongkrong” anak-anak tingkat sekolah menengah banyak
siswa yang merokok.
Pada saat anak duduk di sekolah menengah atas,
kebanyakan pada siswa laki-laki merokok merupakan kegiatan yang menjadi
kegiatan sosialnya. Menurut mereka merokok merupakan lambang pergaulan bagi
mereka. Siswa SMU yang berada dalam masa remaja yang merasa dirinya harus lebih
banyak menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok sebaya daripada
norma-norma orang dewasa. Dalam hal ini remaja menganggap merokok sebagai
lambang pergaulannya. Khususnya siswa laki-laki bahwa merokok sebagai suatu
tuntutan pergaulan bagi mereka. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Hurlock
(1999: 223) bahwa bagi remaja rokok dan alkohol merupakan lambang kematangan.
Hal tersebut disampaikan oleh Hurlock berdasarkan fenomena di Amerika. Tetapi
menurut norma yang berlaku di Indonesia lebih memandang bahwa remaja khususnya
remaja yang masih berada diusia sekolah melakukan aktivitas merokok diidentikan
sebagai anak yang nakal.
Hampir semua orang mulai merokok dengan
alasan yang sedikit sekali kaitannya dengan kenikmatan. Dalam pikiran remaja,
rokok merupakan lambang kedewasaan. Sebagai seorang remaja mereka menggunakan
berbagai cara agar terlihat dewasa. Untuk membuktikannya mereka melakukan
dengan sadar melakukan kebiasaan orang dewasa yakni merokok. Seperti halnya
yang diungkapkan oleh Hariyadi (1997: 12) bahwa remaja ingin mencoba melakukan apa
yang sering dilakukan oleh orang dewasa, dengan sembunyi-sembunyi remaja pria
mencoba merokok karena seringkali mereka melihat orang dewasa melakukannya.
Sitepoe (2000: 20) menyebutkan bahwa alasan
utama menjadi perokok adalah karena ajakan teman-teman yang sukar ditolak,
selain itu juga, ada juga pelajar pria mengatakan bahwa pria menjadi perokok
setelah melihat iklan rokok. Ini berarti bahwa tindakan merokok diawali dari
adanya suatu sikap, yaitu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak,
setuju atau tidak setuju terhadap respon yang datang dari luar dalam hal ini
adalah rokok. Orang melihat rokok atau melihat orang lain merokok, lalu respon
apa yang muncul di dalam pikiran atau perasaannya, bisa saja orang tertarik
(setuju) atau tidak tertarik (tidak setuju), hal ini akan terjadi pada setiap
orang. Orang yang setuju, ada kecenderungan akan melakukannya atau menirunya,
bagi yang tidak setuju tentu kencenderungannya akan menghindari. Namun ada
kecenderungan lain, yaitu dalam hati ia tidak setuju, tetapi kenyataannya ia
melakukannya (merokok). Hal ini tentu ada faktor lain yang mempengaruhinya. Di
sinilah terjadinya kontradiksi antara sikap dan perbuatan.
Lingkungan
sosial mempunyai peranan besar terhadap perkembangan remaja. Lingkungan sosial
sebagai bagian dari komunitas sosial memegang peranan yang strategis bagi
kehidupan sosial masyarakat. Pada masa remaja lingkungan social yang dominan
antara lain dengan teman sebaya. Menurut Mappiare (1982) kelompok teman sebaya
merupakan lingkungan sosial pertama dimana remaja belajar untuk hidup bersama
orang lain yang bukan anggota keluarganya. Lingkungan teman sebaya merupakan
suatu kelompok baru yang memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda
dengan apa yang ada di lingkungan rumah. Bahkan apabila kelompok tersebut
melakukan penyimpangan, maka remaja juga akan menyesuaikan dirinya dengan norma
kelompok. Remaja tidak peduli dianggap nakal karena bagi mereka penerimaan
kelompok lebih penting, mereka tidak ingin kehilangan dukungan kelompok dan
tidak ingin dikucilkan dari pergaulan. Sebagian dari remaja mengambil jalan
pintas untuk menghindarkan diri dari masalah sehingga cenderung untuk keluyuran
dan melakukan tindakan pergaulan yang salah dengan teman-temannya. Akibatnya
banyak yang terjerumus dalam tindak kenakalan seperti menipu, berkelahi, mencuri
dan sebagainya.
Pada
pengertian lain Hurlock (2001) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki ciri
tertentu secara berlebihan bisa menimbulkan penerimaan yang kurang baik,
meskipun ciri itu sendiri merupakan ciri yang sangat dikagumi. Sebagai contoh individu
akan memiliki peluang yang lebih besar untuk dapat diterima dalam masyarakat
bila dia murah hati daripada bila dia kikir. Akan tetapi, bila dia terlalu murah
hati, membagi-bagikan hadiah begitu saja kekanan kiri, mungkin akan timbul kesan
bahwa dia mencoba ‘membeli’dukungan. Pergaulan dengan teman sebaya serta akibat
yang ditimbulkan merupakan hal yang sangat penting sebab menciptakan perilaku
dan bentuk tingkah laku yang akan dibawanya ketika dewasa. Remaja mudah
terjebak atau terlibat pada perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Banyak remaja
yang punya keinginan tampil beda, namun ada beberapa remaja yang salah jalur
dalam menunjukkan jati dirinya. Remaja kadang bertingkah laku di luar kewajaran
seperti minum-minuman keras atau terjerumus dalam perkara kriminal.
Perilaku
anti sosial ini sering terjadi karena dipengaruhi perilaku teman-temannya untuk
melakukan tindakan yang tidak baik. Remaja cenderung untuk mengikuti kemauan
teman-temannya agar tidak merasa ditolak atau diabaikan oleh kelompok teman
sebayanya (Prasetyo, 2001).
Pada
kehidupan sehari-hari remaja lebih dekat dengan teman sebaya daripada dengan
orangtua karena remaja menginginkan teman yang mempunyai minat, sikap, yang
sama, sehingga banyak melakukan kegiatan bersama, dalam mengisi waktu luangnya.
Hal ini dipertegas oleh Bee (dalam Amin, 1999) yang menyatakan bahwa remaja
cenderung melakukan hal-hal yang sama dengan teman-temannya semata-mata agar
dapat diterima dan tetap menjadi anggota kelompok tersebut. Persamaan dalam
usia, pendidikan, jenis kelamin dan perasaan terabaikan membuat mereka menjalin
persahabatan yang kental dan erat dengan kesetiakawanan. Akibatnya apabila
salah satu dari mereka merasa menderita, maka yang lainnya akan siap membantu
menghilangkan penderitaan itu.
BAB
III
A.
KESIMPULAN
Perilaku merokok pada remaja adalah kegiatan
kompulsif dengan menghisap asap yang berasal dari gulungan tembakau yang
dibakar untuk mendapatkan kepuasan fisiologis dan sosiologis dan juga upaya
eliminasi perasaan negative yang ada dalam diri remaja yang banyak dipelajari
dari lingkungan teman sebaya dan didorong oleh keinginan mendapat pengakuan
(anticipatory beliefs) untuk menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs) dan
menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma (permission
beliefs/positive).
Lingkungan sosial mempunyai peranan besar terhadap
perkembangan remaja. Lingkungan sosial sebagai bagian dari komunitas sosial
memegang peranan yang strategis bagi kehidupan sosial masyarakat. Pada masa
remaja lingkungan social yang dominan antara lain dengan teman sebaya. Menurut
survey yang dilakukan, pengaruh teman sebaya merupakan faktor yang paling utama
dalam perilaku merokok pada remaja.
Persentasenya mencapai angka 70%.
B.
REKOMENDASI
Perilaku merokok pada remaja merupakan perilaku
transmisif. Perilaku merokok merupakan perilaku yang dipelajari dan ditularkan
melalui aktivitas teman sebaya dan perilaku permisif orang tua. Perilaku
merokok didorong oleh nilai-nilai dalam diri remaja. Beberapa motivasi yang
melatar belakangi merokok adalah untuk mendapat pengakuan (anticipatory
beliefs) untuk menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs) dan menganggap
perbuatannya tersebut tidak melanggar norma (permission beliefs/positive). Oleh
karena itu, remaja harus pandai-pandai dalam memilih teman untuk bergaul. Orang tua juga jangan bersikap permisif
terhadap anaknya dalam hal merokok. Remaja harus diberitahu tentang
akibat-akibat buruk merokok yang akan merusak kesehatan.
DAFTAR
PUSTAKA
(2009). Pengaruh Teman Sebaya (Peer Group),
Karakteristik Kepribadian Dan Terpaan Media Massa Pada Sikap Awal Remaja
Terhadap Perilaku Merokok. [Online]. Tersedia : http://pengaruhunila.blogspot.com/
Sumarni, Diah Peni. (2008). “Hubungan Antara
Ketergantungan terhadap Teman Sebaya dengan Perilaku Antisosial Pada Remaja”. Skripsi pada Jurusan Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta: tidak diterbitkan.
Comments
Post a Comment