Skip to main content

Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Kebiasaan Merokok pada Remaja



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan individu lain. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini baik lingkungan fisik maupun lingkungan psikis. Lingkungan fisik, yaitu alam benda-benda yang konkret, sedangkan lingkungan psikis adalah jiwa raga individu-individu dalam lingkungan, ataupun lingkungan rohaniah (Walgito, 2003).
Merokok merupakan kegiatan yang masih banyak dilakukan oleh banyak orang, walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang menyatakan bahayanya merokok. Bagi pecandunya, mereka dengan bangga menghisap rokok di tempat-tempat umum, kantor, rumah, jalan-jalan, dan sebagainya. Di tempat-tempat yang telah diberi tanda “dilarang merokok” sebagian orang ada yang masih terus merokok. Anak-anak sekolah yang masih berpakaian seragam sekolah juga ada yang melakukan kegiatan merokok.


Merokok merupakan salah satu masalah yang sulit dipecahkan. Apalagi sudah menjadi masalah nasional, dan bahkan internasional. Hal ini menjadi sulit, karena berkaitan dengan banyak faktor yang saling memicu, sehingga seolah-olah sudah menjadi lingkaran setan. Ditinjau dari segi kesehatan, merokok harus dihentikan karena menyebabkan kanker dan penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan kematian, oleh karena itu merokok harus dihentikan sebagai usaha pencegahan sedini mungkin. Dari segi pemerintahan, pemerintah memperoleh pajak pemasukan rokok yang tidak sedikit jumlahnya, dan mampu banyak menyerap tenaga kerja. Jika pabrik rokok ditutup harus mencarikan pemasukan dana dari sumber lain dan mengalihkan para pekerja pabrik rokok yang tidak sedikit jumlahnya (sulit pemecahannya). Di pihak perokok sendiri, mereka merasakan nikmatnya begitu nyata, sampai dirasa memberikan rasa kesegaran dan kepuasan tersendiri sehingga setiap harinya harus menyisihkan uang untuk merokok. Kelompok lain, khususnya remaja pria, mereka menganggap bahwa merokok adalah merupakan ciri kejantanan yang membanggakan, sehingga mereka yang tidak merokok malah justru diejek.
Pada masa remaja, ada sesuatu yang lain yang sama pentingnya dengan kedewasaan, yakni solidaritas kelompok, dan melakukan apa yang dilakukan oleh kelompok. Apabila dalam suatu kelompok remaja telah melakukan kegiatan merokok maka individu remaja merasa harus melakukannya juga. Individu remaja tersebut mulai merokok karena individu dalam kelompok remaja tersebut tidak ingin dianggap sebagai orang asing, bukan karena individu tersebut menyukai rokok.

B.  RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang dapat diambil dari pemaparan makalah ini yaitu:
1.    Apakah yang dimaksud  perilaku merokok pada masa remaja serta hal apa yang melatarbelakanginya?
2.    Bagaimana hubungan antara pengaruh teman sebaya terhadap perilaku merokok pada remaja?

C.  TUJUAN PENULISAN
Dengan disusunnya makalah ini, penulis dapat menyimpulkan tujuan dari tulisan ini, diantaranya :
1.    Mengetahui perilaku merokok pada masa remaja serta latar belakangnya.
2.    Mengetahui hubungan antara teman sebaya dengan perilaku merokok  pada remaja.

D.  MANFAAT PENULISAN
            Dari tujuan yang diharapkan penulis dalam makalah ini, dapat ditarik beberapa manfaat baik untuk pembaca maupun penulis sendiri, yaitu:
1.    Bagi Pembaca
     Jika penulisan makalah ini dirasakan dapat menambah pengetahuan tentang  permasalahan merokok pada remaja serta hubungannya dengan teman sebaya, diharapkan pembaca dapat  lebih memahami isi dari makalah ini.    
2.    Bagi Penulis
     Penulisan karya tulis ini mejadi suatu pembelajaran, sebagai pengetahuan kami untuk lebih mengetahui berbagai isu dan permasalahan remaja.

E.  METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan melakukan kaji literatur dari buku dan internet.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Perilaku Merokok pada Remaja serta Latar Belakangnya
            Merokok merupakan overt behavior dimana perokok menghisap gulungan tembakau. Hal ini seperti dituliskan dalam KBBI merokok adalah menghisap gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas (Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 752). Lebih jauh lagi Poerwadarminta dalam Kemala (2007: 9) mendefinisikan merokok sebagai menghisap rokok, dan rokok didefinisikan sebagai gulungan tembakau yang berbalut daun nipah atau kertas. Fakhrurrozi mengidentifikasi merokok sebagai overt behavior karena merokok merupakan perilaku yang nampak. Sebagai overt behavior merokok merupakan perilaku yang dapat terlihat karena ketika merokok individu melakukan suatu kegiatan yang nampak yaitu menghisap asap rokok yang dibakar ke dalam tubuh, hal ini senada dengan pendapat Armstrong dalam Kemala (2007: 10) merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar.
Merokok merupakan kegiatan yang menyebabkan efek kenyamanan. Rokok memiliki antidepressant yang menimbulkan efek kenyamanan pada perokok. Walaupun perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan karena terdapat sekitar 4000 racun dalam sebatang rokok.
Merokok sebagai gangguan obsesif kompulsif, orang yang mengalami gangguan ini memiliki obsesi atau kompulsi yang menetap. Obsesi adalah pikiran, ide atau citra yang terus menerus berulang secara tidak terkendali dan mendominasi kesadaran seseorang. Kompulis adalah dorongan untuk melakukan tindakan stereotip dengan tujuan yang umumnya tidak realistik yaitu menghilangkan sistuasi yang menimbulkan ketakutan. Upaya untuk menolak kompulsi menimbulkan ketegangan yang sangat besar sehingga individu biasanya menyerah dan melakukannya.
Merokok sebagai ganggguan kesehatan dan jiwa. Merokok berkaitan erat dengan disabilitas dan penurunan kualitas hidup. Dalam sebuah penelitian di Jerman sejak tahun 1997-1999 yang melibatkan 4.181 responden, disimpulkan bahwa responden yang memilki ketergantungan nikotin memiliki kualitas hidup yang lebih buruk, dan hampir 50% dari responden perokok memiliki setidaknya satu jenis gangguan kejiwaan. Selain itu diketahui pula bahwa pasien gangguan jiwa cenderung lebih sering menjadi perokok, yaitu pada 50% penderita gangguan jiwa, 70% pasien maniakal yang berobat rawat jalan dan 90% dari pasien-pasien skizrofen yang berobat jalan (Pikiran Rakyat).
Perilaku merokok dipengaruhi perasaan negative. Menurut Silvan & Tomkins (Muta’din: 2002) banyak orang yang merokok untuk perasaan negative dalam dirinya. Misalnya merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasan yang tidak enak.
Perilaku merokok pada remaja merupakan perilaku transmisif. Dari penelitian Helmi dan Komalasari (2000) didapatkan kesimpulan bahwa perilaku merokok merupakan perilaku yang dipelajari dan ditularkan melalui aktivitas teman sebaya dan perilaku permisif orang tua.
Perilaku merokok didorong oleh nilai-nilai dalam diri remaja. Beberapa motivasi yang melatar belakangi merokok adalah untuk mendapat pengakuan (anticipatory beliefs) untuk menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs) dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma (permission beliefs/positive) (Joemana, 2004).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok pada remaja adalah kegiatan kompulsif dengan menghisap asap yang berasal dari gulungan tembakau yang dibakar untuk mendapatkan kepuasan fisiologis dan sosiologis dan juga upaya eliminasi perasaan negative yang ada dalam diri remaja yang banyak dipelajari dari lingkungan teman sebaya dan didorong oleh keinginan mendapat pengakuan (anticipatory beliefs) untuk menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs) dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma (permission beliefs/positive).
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok. Hansen dalam Kemala (2008) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok yaitu: Faktor biologis, faktor psiklogis, faktor lingkungan sosial, faktor demografis, faktor sosial-kultural,faktor sosial politik. Namun pada remaja yang paling mempengaruhi perilaku merokok adalah:
1)      Pengaruh Orang Tua
Salah satu temuan remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson, Pengantar Psikologi, 1999 : 292) Ditemukan juga oleh Helmi dan Komalasari (online) bahwa sikap permisif orang tua memiliki korelasi yang signifikan dengan perilaku merokok pada remaja.
2)      Pengaruh Teman
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dia kemungkinan yang terjadi, Pertama, remaja terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok, (Al. Bachri, 1991).
3)      Kepribadian
Remaja merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa membebaskan diri dari kebosanan. Menurut Teddy Hidayat, (Pikiran Rakyat: 2007) remaja yang berisiko tinggi adalah remaja-remaja yang memiliki sifat pemuasaan segera, kurang mampu menunda keinginan, merasa kosong dan mudah bosan, mudah cemas, gelisah, dan depresif. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian dari CASA (Columbian University`s National Center On Addiction and Substance Abuse), remaja perokok memiliki risiko dua kali lipat mengalami gejala-gejala depresi dibandingkan remaja yang tidak merokok. Para perokok aktif pun tampaknya lebih sering mengalami serangan panik dari pada mereka yang tidak merokok Banyak penelitian yang membuktikan bahwa merokok dan depresi merupakan suatu hubungan yang saling berkaitan. Depresi menyebabkan seseorang merokok dan para perokok biasanya memiliki gejala-gejala depresi dan kecemasan (ansietas).
4)      Rasa keingintahuan
Pada remaja perkembangan kognisi menuntut rasa keingintahuan yang sangat besar. Seiring pula dengan hal itu kognisi sosial pada remaja berkembang pula, sehingga remaja sering melakukan kegiatan coba-coba yang didukung oleh pergaulan.
5)      Kompensasi rasa kurang percaya diri
Rasa kurang percaya diri pada remaja dimanifestasikan dengan berbagai cara baik dengan cara positif maupun negatif. Cara yang positif untuk membangun rasa percaya diri yaitu dengan menciptakan definisi diri positif, memperjuangkan keinginan yang positif, mengatasi masalah secara positif, memiliki dasar keputusan yang positif. Sedangkan cara yang negatif untuk membangun rasa percaya diri yaitu sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan diri) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri. Cenderung melakukan tindakan negatif yaitu dengan merokok, sehingga dengan menggunakan zat tersebut remaja cenderung lebih merasa percaya diri (Jacinta, 2002). Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Haryono (2007) bahwasanya Terdapat korelasi antara Ketergantungan Merokok dengan Percaya Diri,  (r = -0,90 p < 0,05). Artinya semakin tinggi tingkat ketergantungan merokok, maka semakin rendah tingkat percaya diri.



B. Hubungan Antara Teman Sebaya dengan Perilaku Merokok  pada Remaja
Survei yang diadakan oleh Yayasan Jantung Indonesia tahun 1990 yang dikutip oleh Mangku Sitepoe (2000: 19) menunjukkan data pada anak-anak berusia 10-16 tahun sebagai berikut : angka perokok <10 tahun (9%), 12 tahun (18%), 13 tahun (23%), 14 tahun (22%), dan 15-16 tahun (28%). Mereka yang menjadi perokok karena dipengaruhi oleh teman-temannya sejumlah 70%, 2% di antaranya hanya coba-coba. Selain itu, menurut data survei kesehatan rumah tangga 2002 seperti yang tercatatat dalam koran harian Republika tanggal 5 Juni 2003, menyebutkan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 75% atau 141 juta orang. Sementara itu, dari data WHO jumlah perokok di dunia ada sebanyak 1,1 miliar orang, dan 4 juta orang di antaranya meninggal setiap tahun.
Dewasa ini di Indonesia kegiatan merokok seringkali dilakukan individu dimulai di sekolah menengah pertama, bahkan mungkin sebelumnya. Kita sering melihat di jalan atau tempat yang biasanya dijadikan sebagai tempat “nongkrong” anak-anak tingkat sekolah menengah banyak siswa yang merokok.
Pada saat anak duduk di sekolah menengah atas, kebanyakan pada siswa laki-laki merokok merupakan kegiatan yang menjadi kegiatan sosialnya. Menurut mereka merokok merupakan lambang pergaulan bagi mereka. Siswa SMU yang berada dalam masa remaja yang merasa dirinya harus lebih banyak menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok sebaya daripada norma-norma orang dewasa. Dalam hal ini remaja menganggap merokok sebagai lambang pergaulannya. Khususnya siswa laki-laki bahwa merokok sebagai suatu tuntutan pergaulan bagi mereka. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Hurlock (1999: 223) bahwa bagi remaja rokok dan alkohol merupakan lambang kematangan. Hal tersebut disampaikan oleh Hurlock berdasarkan fenomena di Amerika. Tetapi menurut norma yang berlaku di Indonesia lebih memandang bahwa remaja khususnya remaja yang masih berada diusia sekolah melakukan aktivitas merokok diidentikan sebagai anak yang nakal.
Hampir semua orang mulai merokok dengan alasan yang sedikit sekali kaitannya dengan kenikmatan. Dalam pikiran remaja, rokok merupakan lambang kedewasaan. Sebagai seorang remaja mereka menggunakan berbagai cara agar terlihat dewasa. Untuk membuktikannya mereka melakukan dengan sadar melakukan kebiasaan orang dewasa yakni merokok. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Hariyadi (1997: 12) bahwa remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan oleh orang dewasa, dengan sembunyi-sembunyi remaja pria mencoba merokok karena seringkali mereka melihat orang dewasa melakukannya.
Sitepoe (2000: 20) menyebutkan bahwa alasan utama menjadi perokok adalah karena ajakan teman-teman yang sukar ditolak, selain itu juga, ada juga pelajar pria mengatakan bahwa pria menjadi perokok setelah melihat iklan rokok. Ini berarti bahwa tindakan merokok diawali dari adanya suatu sikap, yaitu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap respon yang datang dari luar dalam hal ini adalah rokok. Orang melihat rokok atau melihat orang lain merokok, lalu respon apa yang muncul di dalam pikiran atau perasaannya, bisa saja orang tertarik (setuju) atau tidak tertarik (tidak setuju), hal ini akan terjadi pada setiap orang. Orang yang setuju, ada kecenderungan akan melakukannya atau menirunya, bagi yang tidak setuju tentu kencenderungannya akan menghindari. Namun ada kecenderungan lain, yaitu dalam hati ia tidak setuju, tetapi kenyataannya ia melakukannya (merokok). Hal ini tentu ada faktor lain yang mempengaruhinya. Di sinilah terjadinya kontradiksi antara sikap dan perbuatan.
Lingkungan sosial mempunyai peranan besar terhadap perkembangan remaja. Lingkungan sosial sebagai bagian dari komunitas sosial memegang peranan yang strategis bagi kehidupan sosial masyarakat. Pada masa remaja lingkungan social yang dominan antara lain dengan teman sebaya. Menurut Mappiare (1982) kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama dimana remaja belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya. Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok baru yang memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada di lingkungan rumah. Bahkan apabila kelompok tersebut melakukan penyimpangan, maka remaja juga akan menyesuaikan dirinya dengan norma kelompok. Remaja tidak peduli dianggap nakal karena bagi mereka penerimaan kelompok lebih penting, mereka tidak ingin kehilangan dukungan kelompok dan tidak ingin dikucilkan dari pergaulan. Sebagian dari remaja mengambil jalan pintas untuk menghindarkan diri dari masalah sehingga cenderung untuk keluyuran dan melakukan tindakan pergaulan yang salah dengan teman-temannya. Akibatnya banyak yang terjerumus dalam tindak kenakalan seperti menipu, berkelahi, mencuri dan sebagainya.
Pada pengertian lain Hurlock (2001) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki ciri tertentu secara berlebihan bisa menimbulkan penerimaan yang kurang baik, meskipun ciri itu sendiri merupakan ciri yang sangat dikagumi. Sebagai contoh individu akan memiliki peluang yang lebih besar untuk dapat diterima dalam masyarakat bila dia murah hati daripada bila dia kikir. Akan tetapi, bila dia terlalu murah hati, membagi-bagikan hadiah begitu saja kekanan kiri, mungkin akan timbul kesan bahwa dia mencoba ‘membeli’dukungan. Pergaulan dengan teman sebaya serta akibat yang ditimbulkan merupakan hal yang sangat penting sebab menciptakan perilaku dan bentuk tingkah laku yang akan dibawanya ketika dewasa. Remaja mudah terjebak atau terlibat pada perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Banyak remaja yang punya keinginan tampil beda, namun ada beberapa remaja yang salah jalur dalam menunjukkan jati dirinya. Remaja kadang bertingkah laku di luar kewajaran seperti minum-minuman keras atau terjerumus dalam perkara kriminal.
Perilaku anti sosial ini sering terjadi karena dipengaruhi perilaku teman-temannya untuk melakukan tindakan yang tidak baik. Remaja cenderung untuk mengikuti kemauan teman-temannya agar tidak merasa ditolak atau diabaikan oleh kelompok teman sebayanya (Prasetyo, 2001).
Pada kehidupan sehari-hari remaja lebih dekat dengan teman sebaya daripada dengan orangtua karena remaja menginginkan teman yang mempunyai minat, sikap, yang sama, sehingga banyak melakukan kegiatan bersama, dalam mengisi waktu luangnya. Hal ini dipertegas oleh Bee (dalam Amin, 1999) yang menyatakan bahwa remaja cenderung melakukan hal-hal yang sama dengan teman-temannya semata-mata agar dapat diterima dan tetap menjadi anggota kelompok tersebut. Persamaan dalam usia, pendidikan, jenis kelamin dan perasaan terabaikan membuat mereka menjalin persahabatan yang kental dan erat dengan kesetiakawanan. Akibatnya apabila salah satu dari mereka merasa menderita, maka yang lainnya akan siap membantu menghilangkan penderitaan itu.




BAB III

A.      KESIMPULAN
Perilaku merokok pada remaja adalah kegiatan kompulsif dengan menghisap asap yang berasal dari gulungan tembakau yang dibakar untuk mendapatkan kepuasan fisiologis dan sosiologis dan juga upaya eliminasi perasaan negative yang ada dalam diri remaja yang banyak dipelajari dari lingkungan teman sebaya dan didorong oleh keinginan mendapat pengakuan (anticipatory beliefs) untuk menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs) dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma (permission beliefs/positive).
Lingkungan sosial mempunyai peranan besar terhadap perkembangan remaja. Lingkungan sosial sebagai bagian dari komunitas sosial memegang peranan yang strategis bagi kehidupan sosial masyarakat. Pada masa remaja lingkungan social yang dominan antara lain dengan teman sebaya. Menurut survey yang dilakukan, pengaruh teman sebaya merupakan faktor yang paling utama dalam perilaku merokok pada remaja.  Persentasenya mencapai angka 70%. 

B.       REKOMENDASI
Perilaku merokok pada remaja merupakan perilaku transmisif. Perilaku merokok merupakan perilaku yang dipelajari dan ditularkan melalui aktivitas teman sebaya dan perilaku permisif orang tua. Perilaku merokok didorong oleh nilai-nilai dalam diri remaja. Beberapa motivasi yang melatar belakangi merokok adalah untuk mendapat pengakuan (anticipatory beliefs) untuk menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs) dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma (permission beliefs/positive). Oleh karena itu, remaja harus pandai-pandai dalam memilih teman untuk bergaul.  Orang tua juga jangan bersikap permisif terhadap anaknya dalam hal merokok. Remaja harus diberitahu tentang akibat-akibat buruk merokok yang akan merusak kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

(2009). Pengaruh Teman Sebaya (Peer Group), Karakteristik Kepribadian Dan Terpaan Media Massa Pada Sikap Awal Remaja Terhadap Perilaku Merokok. [Online]. Tersedia : http://pengaruhunila.blogspot.com/
Sumarni, Diah Peni. (2008). “Hubungan Antara Ketergantungan terhadap Teman Sebaya dengan Perilaku Antisosial Pada Remaja”. Skripsi pada Jurusan Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta: tidak diterbitkan.

Comments

Popular posts from this blog

Isu dan Permasalahan Remaja serta Implikasinya dalam Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A.   LATAR BELAKANG Remaja seringkali dianggap sebagai kelompok yang “aneh”, karena dalam kehidupannya kelompok ini sering menganut kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berbeda atau bertentangan dengan kaidah-kaidah dan nilai yang dianut oleh orang dewasa terutama orang tuanya.  Dilihat dari demensi usia dan perkembangannya, nampak bahwa kelompok ini tergolong pada kelompok “tradisional” (masa peralihan) dalam pengertian remaja merupakan decade yang bersifat sementara yaitu rentang waktu antara usia anak-anak dengan usia dewasa, sehingga bisa dipahami bahwa pada setiap periode transisi selalu ada gejolak dan badai yang menyertai perubahan.  Dan masa transisi ini pulalah yang mengakibatkan remaja setelah mengalami gejolak dalam mencari identitasnya, meskipun gejolak pada setiap remaja memiliki kuantitas dan kualitas yang berbeda. Perkembangan kepribadian seseorang termasuk remaja merupakan hasil hubungan dan pengaruh timbal balik secara terus menerus antara p

Contoh Makalah Global Warming

BAB I PENDAHULUAN 1.1    Latar Belakang Masalah Pemanasan global adalah naiknya suhu permukaan bumi sebagai akibat naiknya intensitas Efek Rumah Kaca(ERK).  Akibat adanya ERK tersebut, suhu di permukaan bumi naik.  Pengaruhnya, suhu bumi menjadi nyaman bagi kehidupan manusia.  Maka, seandainya tidak ada ERK, suhu rata – rata bumi akan – 18⁰C.  Suhu itu terlalu dingin bagi kehidupan manusia.  Dengan adanya ERK, suhu rata – rata bumi menjadi 34⁰C lebih tinggi, yaitu menjadi 15⁰C.  Jadi, ERK membuat suhu bumi sesuai dengan kehidupan manusia. Namun, dengan adanya  revolusi industry di negara – negara maju pada pertengahan tahun 1880-an, telah meningkatkan penggunaan sumber energy berasal dari bahan bakar fosil (BBF), seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, sehingga menghasilkan berbagai emisi ke udara.  Maka terjadi peningkatan emisi GRK dari karbondioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ) dan nitrous oksida (N 2 O) yang tajam.  Akibatnya, atmosfer bumi diselimuti gas rumah kaca t

PEMERINTAHAN GUSDUR DAN TRANSISI DEMOKRASI DI INDONESIA

Pendahuluan Sangat luar biasa perhelatan politik di Indonesia, ketika dihadapkan pada suksesi kepemimpinan. Sejak berdirinya republik tahun 1945 sampai saat ini, terhitung lamanya kemerdekaan sudah mencapai 57 tahun, bila dirata-ratakan priodisasi pemerintahan selam lima tahun, maka menurut logika sehat akan terjadi suksesi kepemimpinan dengan melahirkan minimalnya 11 pemimpin nasional alias presiden. Namun pada tataran relitas sungguh sangat ironis, selama kurun waktu 54 tahun bangsa yang besar ini hanya dipimpin oleh 2 orang presiden. Presiden yang pertama medapat julukan the founding father dengan memimpin bangsa selama 22 tahun dan presiden kedua yang mendapat anugran bapak pembangunan yang memimpin bangsa selama 32 tahun. Sisa priodisasi kepemimpinan nasional selama 3 tahun terakhir dilakukan tiga kali suksesi kepemimpinan, dengan melahirkan 3 orang presiden. Kondisi semacam ini mencerminkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki karakter tersendiri dalam mengur